KOMPOSISI
DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI SITU ECOPARK KAWASAN CIBINONG SCIENCE CENTER AND BOTANICAL GARDEN (CSC - BG) LIPI,
CIBINONG JAWA BARAT
LAPORAN PKL
Oleh
RIZALLUL
FIKRIH
633414009
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
2017
LEMBAR PERSETUJUAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
KOMPOSISI
DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI SITU ECOPARK KAWASAN CIBINONG
SCIENCE CENTER AND BOTANICAL GARDEN
(CSC - BG) LIPI, CIBINONG JAWA BARAT
Oleh :
RIZALLUL
FIKRIH
633414009
Telah Distejui Dan Memenuhi Syarat Untuk Diuji
Pembimbing
Miftahul
Khair Kadim, S.Pi, MP
NIP.198801292014041001
ABSTRAK
Praktik kerja lapangan ini bertujuan
untuk mengetahui komposisi dan kelimpahan makrozoobentos di Situ Ecopark kawasan
cibinong science center and botanical garden LIPI Cibinong, Bogor Jawa Barat pada
tanggal 12 Juli hingga 14 Agustus 2017. Praktik
kerja lapangan ini menggunakan metode survei
dan lokasi pengambilan sampel berjumlah 4 stasiun
yang diambil secara acak dengan 3 kali pengulangan pada stasiun 1–3 dan 1 kali
pengulangan pada stasiun 4. Hasil menunjukan, ditemukan
3 filum kelompok Makrozoobentos yaitu Annelida, Arthropoda, dan Moluska.
Makrozoobentos yang teridentifikasi sampai tingkat kelas
berjumlah 2, tingkat famili berjumlah 4,
dan tingkat genus berjumlah 6. Kelimpahan makrozoobentos yang ditemukan
berkisar antara 172
individu/m2 - 3233 individu/m2.
Kata kunci : Makrozoobentos, Komposisi, Kelimpahan,
Situ Ecopark
DAFTAR
ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ i
ABSTRAK.................................................................................................... ii
KATA
PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR
ISI................................................................................................ iv
DAFTAR
TABEL....................................................................................... v
DAFTAR
GAMBAR................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang............................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3.
Tujuan............................................................................................ 2
1.4. Manfaat.......................................................................................... 3
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTEK
2.1.
Sejarah LIPI Limnologi Bogor .................................................... 4
2.2.Tugas dan Fungsi Limnologi ......................................................... 6
2.3.
Visi dan Misi Limnologi ............................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
Pengertian Bentos ......................................................................... 7
3.2.
Klasifikasi Jenis – Jenis Bentos .................................................... 9
3.3. Faktor
Yang Mempengaruhi Makrozoobentos ............................. 10
3.4.
Perairan Situ .................................................................................. 13
BAB IV METODOLOGI
4.1.Tempat
dan Waktu ........................................................................ 14
4.2.
Alat dan Bahan ............................................................................. 15
4.3.
Prosedur Kerja .............................................................................. 15
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Parameter Kualitas Air .................................................................. 18
5.2.
Komposisi Makrozoobentos ........................................................ 19
4.3. Kelimpahan
Makrozoobentos ....................................................... 23
BAB VI PENUTUP
6.1.
Kesimpulan.................................................................................... 25
6.2.
Saran.............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR
TABEL
No Tabel
Halaman
1. Alat dan
fungsinya .................................................................................... 15
2. Bahan dan
fungsinya ................................................................................. 15
3. Kondisi
Fisik Kimia Situ Ecopark.............................................................. 18
DAFTAR
GAMBAR
No Teks
Halaman
1. Lokasi sampling
makrozoobentos ............................................................. 14
2. Grafik
komposisi makrozobento sampling 1.............................................. 20
3. Grafik
komposisi makrozoobentos sampling 2........................................... 20
4. Grafik
kelimpahan makrozoobentos........................................................... 25
DAFTAR
LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Jumlah
individu makrozoobentos di Situ Ecopark.................................... 31
2. Kelimpahan
makrozoobentos di Situ Ecopark...........................................
32
3. Hasil
identifikasi makrozoobentos ............................................................ 33
4. Dokumentasi kegiatan
PKL ...................................................................... 36
5. Jurnal
kegiatan PKL .................................................................................. 38
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makrozoobentos
merupakan kelompok hewan yang hidup menempel pada substrat atau didalam
substrat, pada vegetasi air dan benda-benda lain yang ada didalam bedan air
selama beberapa fase siklus hidup atau selama sikslus hidupnya. Makrozoobentos
merupakan salah satu biota yang dapat dijadikan sebagai bioindikator, perubahan
kualitas air dan substrat hidupnya sangat mempengaruhi kelimpahan dan
keanekaragaman makrozoobentos. Makrozoobentos tergolong hewan-hewan yang dapat
dilihat secara visual dan lolos saringan berukuran 500 µm (Untung et al., 1996 dalam Kadim, 2017).
Keragaman dan
keberadaan makrozoobentos di suatu perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh
diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi
makrozoobentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang
diantaranya adalah suhu, arus, oksigen terlarut / Dissolved Oxygen (DO), kebutuhan oksigen biologi / Biological Oxygen Demand (BOD) dan kimia
/ Chemical Oxygen Demand (COD), serta
kandungan Nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Sumarwoto, 1980).
Situ merupakan suatu wadah genangan air tawar
di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan dengan sumber
air dari tanah atau permukaan. Situ alami biasanya terbentuk dari cekungan di
muka bumi atau daratan yang kemudian terisi air. Situ buatan terbentuk karena
adanya campur tangan manusia dalam upaya membuat suatu penampungan air. Pada
umumnya situ berfungsi sebagai daerah resapan air yang airnya dimanfaatkan
untuk pengairan, sumber air baku, dan pengendali banjir. Selain itu, situ juga
berfungsi sebagai sumber keanekaragaman hayati, tempat wisata dan olahraga.
Oleh karena itu pemanfaatan situ lebih bersifat multiguna, maka pengelolaannya
harus dilakukan secara terpadu dan terencana sehingga situ tersebut dapat
dimanfaatkan secara maksimal tanpa menimbulkan kerusakan ataupun penurunan
kualitas perairan situ itu sendiri (Ayu, 2009).
Situ Ecopark adalah situ atau danau buatan yang
terletak di
Cibinong Jawa Barat, tepatnya di kawasan Cibinong
Science Center and Botanical Garden
(CSC - BG) Limnologi LIPI Cibinong. Situ yang memiliki luas 21 Ha ini berfungsi
sebagai tempat rekreasi, taman konservasi dan lokasi penelitian. Situ Ecopark
dibangun pada tahun 2002. Informasi mengenai Makrozoobentos di Situ Ecopark
masih terbatas, sehingga perlu dilakukan penelitian di Situ tersebut mengenai
komposisi dan kelimpahan Makrozoobentos.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam praktek
kerja lapangan ini adalah sebagai
berikut
:
1. Bagaimana
komposisi makrozoobentos di situ Ecopark?
2. Bagaimana
kelimpahan makrozoobentos di situ Ecopark?
1.3
Tujuan
Tujuan
dalam praktek kerja lapangan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui komposisi
makrozoobentos di situ Ecopark
2. Untuk
mengetahui kelimpahan makrozoobentos di situ Ecopark
1.4
Manfaat
Hasil Praktek Kerja Lapangan ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
komposisi dan kelimpahan makrozoobentos dan parameter kualitas air di Situ Ecopark,
yang dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengelolaan
dan pengembangan Situ Ecopark.
BAB II
GAMBARAN UMUM LIPI LIMNOLOGI
BOGOR
2.1 Sejarah LIPI Limnologi Bogor
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Limnologi, merupakan Pusat Riset yang
dilahirkan pada tanggal 13 Januari, 1987. Puslitbang ini merupakan
restrukturisasi dari institusi yang lebih
besar, yaitu Lembaga Biologi Nasional (LBN). Sebagai pertimbangan dan pemikiran
didirikannya institusi ini adalah kepentingan dan kebutuhan akan penelitian di
bidang ilmu pengetahuan alam di Indonesia
dinilai makin penting, khususnya yang
mengkaji tentang interaksi antara faktor-faktor: fisika, kimia, biologis, hidrologi, dan
geologi pada ekosistem perairan darat. Selain itu juga didorong oleh tuntutan
kesetaraan antara penelitian yang menangani masalah kelautan dan perairan
darat. Kajian-kajian tentang ekosistem perairan darat ini tidak akan dapat
tertangani oleh satu lembaga yang hanya mengurusi bidang ilmu pengetahuan
biologi dan dibutuhkan bidang keahlian lainnya termasuk fisika, kimia,
hidrologi, dan geologi.
Kesadaran
akan pentingnya dukungan hasil-hasil kajian atau penelitian tentang perairan
darat juga mulai dirasakan oleh Kementerian dan Lembaga terkait yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan
perairan darat. Hal ini dilandasi oleh kondisi lingkungan perairan yang
dirasakan semakin mengalami degradasi, baik kualitas maupun kuantitasnya dan
mempunyai kompleksitas yang tinggi dalam pengelolaannya. Disisi lain kebutuhan
akan sumberdaya air bagi pembangunan bangsa dirasakan semakin penting. Selain
itu juga terkait dengan eksistensi Indonesia dalam kancah percaturan tingkat
dunia, dimana saat itu UNESCO telah membentuk lembaga khusus yang menangani
masalah perairan yaitu International Hidrology Programme (IHP). Sejak tahun
1975 sampai dengan 1995 telah dibentuk Panitia Koordinasi Penelitian Masalah
Air (PKPMA) sebagai focal point Unesco Bidang IHP dimana LIPI ditunjuk sebagai
Sekretariat Nasional. Salah satu tugasnya adalah membina, mendorong dan
mengkoordinasikan kegiatan penelitian mengenai masalah air yang dilakukan oleh
berbagai instansi di Indonesia. Sehingga diharapkan institusi ini dapat
berperan aktif untuk mewakili Indonesia dalam percaturan tingkat dunia.
Pada
saat itu melalui SK Presiden No.1 tahun 1986, lahirlah Pusat Penelitian dan
Pengembangan Limnologi (Puslitbang Limnologi LIPI), yang mempunyai tugas pokok
dan fungsi menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan, peningkatan
kemampuan masyarakat ilmiah, memberikan pelayanan jasa dan memansyarakatkan
iptek di bidang limnologi (perairan darat di Indonesia). Puslitbang Limnologi
merupakan Satuan Kerja setingkat Eselon II yang mempunyai dua bidang setingkat
Eselon III, yaitu Bidang Biologi Perairan dan Bidang Dinamika Perairan, dan
Bagian Tata Usaha, yang terdiri dari Sub Bagian Keuangan dan Sub Bagian
Kepegawaian.
Kajian
yang dilakukan lebih mengarah kepada tinjauan perairan darat dari sudut pandang
ekosistem. Pengertian perairan darat disini adalah semua bentuk genangan air di
permukaan bumi ke arah darat dari garis pasang surut terendah baik berair payau
atau tawar seperti : sungai, rawa, situ, situ, lahan basah, reservoir,
genangan, embung, dan bendungan. Seiring waktu berjalan, Puslitbang Limnologi,
melalui Keputusan Presiden No.178 tahun 2000 dan Surat Keputusan Kepala LIPI
No. 1151/M/2001 mengalami perubahan nama menjadi Pusat Penelitian Limnologi,
yang berada di bawah Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) dengan
empat kelompok penelitian, yaitu: Kajian Potensi dan Konservasi Sumber daya
perairan Darat, Pengendalian Penceramaran Perairan Darat, Rekayasa Sumber daya
perairan Darat dan Mitigasi Bencana Lingkungan Perairan Darat.
2.2 Tugas dan Fungsi Limnologi
Tugas Puslit Limnologi sesuai dengan Keputusan
Kepala LIPI no. 1151/M 2001 yang memppunyai tugas pokok melaksanakan penelitian
dan penyiapan kebijakan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis,
penyususnan rencana dan program penelitian di bidang limnologi. Pelaksanaan
penelitian di bidang limnologi serta evaluasi dan penyusunan laporan. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut, Pusat Limnologi LIPI mempunyai fungsi :
a. Mempersiapkan bahan perumusan kebijakan
penelitian bidang Limnologi.
b. Menyusun pedoman, pembinaan dan pemberian
bimbingan teknis penelitian bidang limnologi.
c. Menyusun rencana, program, dan melaksanakan
penelitian bidang limnologi.
d. Memantau
pemanaatan hasil penelitian bidang limnologi.
e. Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi
bidang limnologi.
f. Evaluasi
dan penyususnan laporan pelaksanaan penelitian bidang limnologi.
g. Melakukan urusan tata usaha.
2.3 Visi dan Misi Limnologi
Visi Puslit Limnologi LIPI adalah menjadi
Referensi Nasional dan Bidang Limnologi,
sedangkan Misi Puslit Limnologi LIPI adalah mengembangkan Limnologi sebagai
ilmu pengetahuan serta mendayagunakan pemanfaatannya bagi kepentingan kehidupan
melalui program litbang limnologi, pembinaan jaringan dan kerjasama litbang dalam dan luar negeri, pembinaan
perkembangan keilmuan serta permasyarakatan pelayanan jasa dan informasi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Bentos
Bentos
adalah organisme yang hidup di permukaan atau dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme nabati
yang disebut fitobentos dan organisme hewani yang disebut
zoobentos. Pada umumnya zoobentos adalah makro
invertebrata yang meliputi insekta, mollusca, oligochaeta, crustacea dan nematoda. Sebaran vertikal bentos terbagi
menjadi epifauna yaitu organisme yang hidup di
atas permukaan dasar substrat perairan dan infauna
yaitu organisme yang hidup di dalam dasar substrat perairan (Cummins 1975).
Bentos
memegang peranan penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan
mineralisasi material organik yang memasuki perairan, serta menduduki beberapa
tingkatan trofik dalam rantai makanan. Aktivitas manusia yang mempengaruhi
habitat bentos seperti kegiatan pertanian, perkebunan, pemukiman, industri, dan
lain sebagainya secara langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan perubahan
terhadap sifat fisika, kimia, maupun sifat biologi habitat bentos yang kemudian
berpengaruh tehadap organisme bentik. Pengaruh tersebut antara lain kondisi
fisik seperti tipe substrat, kekeruhan, arus, kedalaman, dan suhu, selain itu
juga oleh faktor kimia (pH, oksigen terlarut), dan faktor biologi (adanya
predator dan kompetitor) (Cole, 1983 dalam
Nugroho, 2002).
3.2 Klasifikasi Jenis – Jenis
Bentos
Menurut
Vernberg 1981, diacu dalam Fachrul (2007) menggolongkan bentos berdasarkan
ukurannya ke dalam tiga golongan yaitu :
1. Makrobentos
adalah bentos yang tersaring oleh saringan yang berukuran saringan 1,0 x 1,0
milimeter atau 2,0 x 2,0 milimeter, yang pada pertumbuhan dewasanya berukuran 3
– 5 milimeter.
2. Meiobentos
adalah bentos yang berukuran antara 0,1 – 1 mm misalnya golongan Protozoa yang
berukuran besar (Cnidaria), cacing ukuran kecil.
3. Mikrobentos
adalah bentos yang berukuran kurang dari 0,01 mm – 0,1 mm misalnya Protozoa.
Menurut
Jeffries & Mills (1996), makrozoobentos dapat dibedakan dalam empat
golongan berdasarkan kebiasaan makannya yaitu :
1. Perumput
(grazer) dan pengikis (scraper) yaitu herbivora pemakan alga yang
tumbuh melekat pada substrat.
2. Pemarut
(shredder), yaitu detrivora pemakan partikel ukuran besar
3. Kolektor
(collector) yaitu detrivora pemakan partikel halus baik yang berupa suspensi
dan berupa endapan.
4. Predator
yaitu berupa hewan karnivora.
Berdasarkan
cara makannya, makrozoobentos dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Filter
feeder adalah hewan bentos yang mengambil makanan
dengan menyaring makanan
2. Deposit
feeder adalah yang mengambil makanan dalam substrat
dasar kelompok pemakan deposit banyak terdapat pada substrat berlumpur seperti
jenis-jenis cacing Polychaeta (Setyobudiandi 1997 dalam Ayu, 2009).
3.3 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penyebaran Makrozoobentos
Kelimpahan
makrozoobentos di suatu perairan di pengaruhi oleh faktor - faktor yang
meliputi faktor fisika, kimia, dan faktor biologi. Faktor-faktor tersebut antara
lain adalah suhu pH, kekeruhan, kecerahan, gas-gas terlarut dan adanya interaksi
dengan organisme lain (Odum, 1971 dalam
Samingan, 1993).
a. Oksigen
Oksigen adalah gas yang amat penting
bagi makhluk hidup seperti hewan. Perubahan kandungan oksigen terlarut di
lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Kebutuhan oksigen bervariasi,
tergantung oleh jenis, stadia, dan aktivitas. Kandungan oksigen terlarut
mempengaruhi jumlah dan jenis makrobentos di perairan. Semakin tinggi kadar O2
terlarut maka jumlah bentos semakin besar (Syamsurisal, 2011).
b. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman
atau kebasaan suatu perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan
hewan air. pH tanah atau substrat akan mempengaruhi perkembangan dan aktivitas
organisme lain. pH berpengaruh terhadap organisme bentos di perairan, dan
berpengaruh secara tidak langsung melalui daya racun melalui bahan pencemar.
Setiap jenis bentos atau organisme perairan lainnya mempunyai nilai toleransi
yang berbeda-beda terhadap nilai pH. Kisaran pH biota laut pada umumnya dapat
hidup layak yaitu 5 – 9. Jika perairan mengalami perubahan pH yang mendadak
sehingga nilai pH melampaui kisaran tersebut, akan mengakibatkan tekanan
fisiologis biota yang hidup di dalamnya dan berakhir kematian (Syamsurisal,
2011).
c. Kedalam
dan Kekeruhan
Kedalaman perairan
mempengaruhi jumlah dan jenis hewan. Secara teoritis dikatan bahwa perbedaan
variasi dari jumlah spesies antara kedalaman 0,2 – 4 meter adalah kecil. Secara
tidak langsung kecerahan perairan juga akan mempengaruhi komunitas bentos di
perairan. Interaksi antara kekeruhan dan kedalaman akan mempengaruhi penetrasi
cahaya matahari sehingga produktivitas mikroalga bentik yang merupakan salah
satu sumber makanan hewan bentos akan terganggu. Komposisi hewan bentos
tergantung pada sumber makanan yang tersedia. Perairan yang keruh mempengaruhi
populasi hewan bentos, karena partikel suspensi dapat mengganggu sistem
pernapasan pada insang akibatnya akan mengganggu pertumbuhannya (Susanto,
2000).
d. Tipe
Substrat
Tipe substrat dasar ikut menentukan
jumlah dan jenis hewan bentos disuatu perairan (Susanto, 2000). Jenis dari
substrat sangat penting dalam perkembangan komunitas hewan bentos. Pasir
cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat
berupa lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang
hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan ini (Ramli, 1989 dalam
Sinyo, 2013).
e. Suhu
Kelarutan berbagai jenis gas di dalam
air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem sangat
dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan
oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air
menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan
metabolisme akuaatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat
(Sastrawijaya, 2000 dalam Murtiningtyas, 2006). Brelm dan Meijering
(1990) dalam Barus (1996) menyatakan bahwa akibat meningkatnya laju
respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara di sisi lain
dengan naiknya suhu akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi
berkurang.
Menurut Suriawiria (1996) dalam Sinaga
(2009) kenaikan suhu pada perairan dapat menyebabkan penurunan oksigen
terlarut. Suhu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan bentos. Batas
toleransi hewan bentos terhadap suhu tergantung kepada spesiesnya. Umumnya suhu
di atas 30oC dapat menekan pertumbuhan populasi hewan bentos
(Nyabakken, 1992 dalam Sinaga, 2009).
3.4
Perairan
Situ
Kata
“Situ” menurut istilah ekologi merupakan badan air yang bergerak sangat lambat
dan tergenang. Situ umumnya memiliki luas 1 – 160 ha, dilihat dari kedalamanya
perairan situ lebih dangkal yaitu memiliki kedalaman 1 – 10m. situ dapat
terbentuk secara alami dan buatan, pembentukan situ secara alami terjadi karena
kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air dalam suatu
kawasan. Secara buatan situ berasal dari bendungannya suatu cekungan atau basin
(Isnaini, 2011).
Sumber
air situ dapat berasal dari mata air
yang berada didalam tanah, masukan dari sungai, dan limpasan air permukaan atau
air hujan. Keberadaan air dalam situ dapat bersifat permanen atau sementara.
Situ memiliki fungsi ekologis sebagai sumber keanekaragaman hayati, selain itu
situ juga memiliki fungsi ekonomis yaitu sebagai sumber air permukaan, sarana
budidaya perikanan, pengendali banjir, sumber air minum, tempat olah raga dan
sarana pariwisata (Nurdin, 2000).
BAB IV
METODOLOGI
4.1 Tempat dan Waktu
Pengambilan
sampel makroozobentos dilakukan di Situ
Ecopark kawasan Cibinong Science Center and Botanical Garden (CSC-BG), LIPI. Sampel makroozobentos disortir dan
diidentifikasi di Pusat Penelitian Limnologi LIPI Cibinong, Jawa Barat. Kegiatan
Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan
dari tanggal 12 Juli sampai 14 Agustus 2017, pada musim hujan.
Gambar
1. Lokasi Sampling Bentos
Sumber : Google Maps
Lokasi pengambilan sampel berjumlah 4 stasiun
yang diambil secara acak dan dengan 3 kali pengulangan pada stasiun 1–3 dan 1
kali pengulangan pada stasiun 4 (dapat dilihat pada Gambar 1). Pengambilan sampel dilakukan 2 kali, pada
tanggal 19 dan 24 Juli 2017.
4.2 Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam praktek kerja lapangan dari pengambilan sampel
bentos sampai identifikasi, dapat dilihat pada Tebel 1 dan 2.
Tabel 1. Alat yang akan
digunakan pada pengambilan bentos
diantaranya sebagai berikut :
No
|
Alat
|
Kegunaan
|
1
|
Ekman
Grab
|
Mengambil sampel makrozoobentos dari
dasar perairan
|
2
|
Kantung Plastik
|
Untuk menyimpan sampel makrozoobentos
|
3
|
Filter
|
Untuk memisahkan sampel makrozoobentos
dengan lumpur
|
4
|
Nampan
|
Wadah makrozoobentos yang sudah
dibersihkan
|
5
|
Kamera
|
Dokumentasi
|
6
|
Alat tulis menulis
|
Mencatat data / Pemberian tanda sampel
|
7
|
Meteran
|
Untuk mengukur kedalaman air
|
8
|
Ember ukuran 5 liter
|
Untuk menyimpan sampel makrozoobentos
yang masih tercampur dalam lumpur
|
9
|
Mikroskop
|
Untuk mengidentifikasi sampel
makrozoobentos yang berukuran mikroskopis
|
10
|
Cawan Petri
|
Media makrozoobentos yang di identifikasi
di mikroskop
|
11
|
Pinset
|
Untuk mensortir makrozoobentos
|
12
|
Cover
Glass
|
Media untuk mengidentifikasi cacing dan
insekta chironomidae di mikroskop
|
13
|
Micro
Capture
|
Untuk mendokumentasikan makrozoobentos
yang berukuran mikroskopis
|
Tabel 2. Bahan yang akan digunakan pada
pengamatan kelimpahan fitoplankton adalah:
No
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Air
|
Pembersih alat dan Preparasi
makrozoobentos
|
2
|
Formalin 10 %
|
Untuk pengawetan
|
3
|
Alkohol
|
Untuk pengawetan
|
4
|
CMCP 9
|
Untuk proses mounting
|
4.3 Prosedur kerja
Pengambilan sampel makrozoobentos di Situ Ecopark dilakukan pada
pukul 09.00 sampai selesai. Tahapan prosedur pengambilan sampel sampai
identifikasi makrozoobentos adalah sebagai berikut :
- Pengambilan sampel makrozoobentos
1. Pengambilan
sampel makrozoobentos di lakukan di 4 stasiun dengan 3 kali pengulangan untuk
stasiun 1-3 dan 1 kali pengulangan untuk stasiun 4
2. Alat
yang di gunakan untuk pengambilan sampel makrozoobentos dengan menggunakan Ekman grab, yang dikunci dengan kunci
berpegas, kemudian diturunkan perlahan sampai dasar perairan dengan posisi
vertikal.
3. Apabila
sudah tepat di dasar subtrat, kemudian tali yang berada di Ekman grab di tegakkan, dan massanger
dilepas untuk menutup Ekman Grab.
4. Ekman
Grab kemudian diangkat dan isinya di pindahkan ke ember atau kantong
plastik yang sudah ditandai titik lokasi
stasiun pengambilan sampel.
- Preparasi makrozoobentos
1. Sampel makrozoobentos yang masih tercampur
dengan sedimen lumpur kemudian disaring dan dibersihkan menggunakan filter dengan air yang mengalir.
2. Sampel makrozoobentos yang sudah bersih dari
lumpur kemudian dipindahkan ke kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 10
%
- Identifikasi
1. Sampel makrozoobentos yang sudah diawetkan
dengan formalin kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan bau
formalin, kemudian dipindahkan ke cawan petri untuk diidentifikasi sampel
Makrozoobentos dengan menambahkan larutan alkohol 70%.
2. Makrozoobentos di sortir dan di identifikasi
berdasarkan jenisnya menggunakan buku identifikasi.
3. Setelah itu untuk jenis cacing dari filum Annelida dilakukan proses mounting kemudian diidentifikasi dengan
buku identifikasi Kathman dan Ralph, 1998. Untuk insekta dari Famili Chironomidae sebelum dilakukan proses mounting, dilakukan proses clearing terlebih dahulu yaitu proses
pembersihan bagian dalam sel – sel chironomidae
agar terlihat jelas di mikroskop kemudian dilakukan mounting dan di dentifikasi dengan buku identifikasi Epler, 2001.
4. Data kemudian dianalisis terkait kelimpahan dan
komposisi makrozoobentos.
- Analisis Data
Menggunakan rumus Kelimpahan
(K) (Michael, 1984) :
Luas Area (m2)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur pada Praktek Kerja
Lapangan di Situ Ecopark, meliputi : kedalaman, kecerahan, suhu, oksigen
terlarut, dan pH. Hasil pengukuran parameter kualitas air pada keempat stasiun
tersaji pada tabel 3.
No
|
Parameter
|
Sampling
1*
|
Sampling
2*
|
||||||
St. 1
|
St. 2
|
St.3
|
St. 4
|
St. 1
|
St. 2
|
St.3
|
St. 4
|
||
1
|
Kedalaman (cm)
|
100
|
40
|
49
|
125
|
136
|
57
|
52
|
100
|
2
|
Suhu (oC)
|
28.1
|
27.4
|
28.9
|
27.1
|
28.3
|
28.5
|
29.1
|
29.4
|
4
|
DO
(mg/L)
|
3.4
|
4.3
|
6.0
|
7.2
|
2.7
|
2.9
|
3.8
|
4.6
|
5
|
pH
|
5.41
|
6.48
|
6.51
|
6.42
|
5.58
|
6.47
|
6.24
|
6.07
|
Tabel 3.
Kondisi Fisik Kimia Situ Ecopark
*Ket : Sampling I dilaksanakan tanggal 19/07/2017 dan Sampling II
tanggal 24/07/2017
Berdasarkan pengukuran, kedalaman pada masing-masing
stasiun berkisar antara 40-136 cm.
Lokasi pengambilan sampel yang terdalam adalah stasiun 1 (sampling kedua), dan
yang terendah di stasiun 2 (sampling pertama). Kedalaman suatu perairan,
berkaitan dengan kelimpahan makrozoobentos, dimana peningkatan kedalaman air
diikuti dengan penurunan kelimpahan makrozoobentos, sebaliknya kelimpahan
makrozoobentos lebih tinggi di perairan yang dangkal (Sulistiyarto, 2008 dalam
Musthofa dkk, 2014).
Tingkat kecerahan di situ Ecopark yang dilihat secara
viusual, terlihat jernih sampai ke dasar perairan. Menurut Effendi (2003), kecerahan
perairan tergantung pada warna dan kekeruhan, jika kekeruhan tinggi atau
kecerahan rendah dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya
pernapasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi
cahaya ke dalam air.
Suhu perairan berkisar antara 27.1 – 29.4 oC.
Suhu tertinggi yang terukur di stasiun 4 pada sampling kedua dan suhu yang
terendah di stasiun 4 pada sampling pertama. Suhu di setiap stasiun umumnya
relatif tidak berbeda dan sesuai dengan kisaran suhu yang dibutuhkan makrozoobentos.
Menurut Lusianingsih (2011) dalam
Lubis (2013) kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan makrozoobentos antara
20 - 30 oC.
Oksigen terlarut atau Dissolved
Oxygen (DO) berkisar antara 2.7 –
7.2 mg/L. Oksigen terlarut yang
tertinggi terdapat di stasiun 4 sampling pertama dan terendah terdapat di
stasiun 1 pada sampling pertama. Menurut Effendi (2003) bahwa perairan sebaiknya memiliki kadar DO
tidak kurang dari 5 mg/L.
Derajat Keasaman (pH) yang terukur selama praktik kerja
lapangan berkisar antara 5.41 - 6.51. Nilai pH tertinggi terukur di stasiun 3 sampling
pertama, dan pH terendah di stasiun 1 pada sampling pertama. Kisaran pH di Situ
Ecopark menujukkan bahwa perairan di Situ Ecopark masih sesuai bagi kehidupan
makrozoobentos. Hal ini sependapat dengan Effendi (2003) dan Junaidi, et.al
(2010) dalam Lubis, dkk (2013) bahwa
nilai pH yang sesuai untuk kehidupan makrozoobentos adalah 7 – 8,5 dan tidak
sesuai pada pH < 5 dan > 9.
5.2 Komposisi Makrozoobentos
Hasil
pengamatan di Situ Ecopark yang
dilakukan 2 kali pengambilan sampel yakni pada tanggal 19 dan 24 Juli 2017,
ditemukan 3 filum kelompok makrozoobentos yaitu Annelida, Arthropoda, dan
Moluska. Makrozoobentos yang teridentifikasi
sampai tingkat kelas berjumlah 2,
tingkat famili berjumlah 4, dan tingkat genus berjumlah 6. Jumlah
individu makrozoobentos yang ditemukan di Situ Ecopark dapat dilihat pada Lampiran 1. Komposisi
makrozoobentos berdasarkan taksa filum di 4 stasiun, dapat diamati pada Gambar
2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Grafik komposisi makrozobentos pada
sampling 1
Gambar 3. Grafik komposisi makrozoobentos
pada
Sampling 2
Stasiun
1 terletak di bagian selatan dari Situ Ecopark, merupakan inlet. Air pada inlet
berasal dari air tanah. Berdasarkan Gambar 2 dan 3, jumlah makrozoobentos di
stasiun 1 pada sampling pertama berjumlah 75 individu dan pada sampling kedua
berjumlah 67 individu, dengan komposisi makrozoobentos yang ditemukan antara
lain, filum Annelida berjumlah 15 individu, dengan yang teridentifikasi sampai
tingkat kelas Oligochaeta berjumlah 4 individu pada sampling pertama dan 5
individu pada sampling kedua.
Makrozoobentos
Annelida terdiri dari famili Naididae yang berjumlah 4 individu pada sampling
pertama, namun tidak ditemukan pada sampling kedua. Adapun Oligochaeta yang
teridentifikasi sampai genus adalah Limnodrilus
berjumlah 2 individu pada sampling pertama dan tidak ditemukan pada saat
sampling kedua. Genus lainnya yang teridentifikasi adalah Amphichaeta yang tidak ditemukan pada saat sampling
pertama namun ditemukan pada sampling kedua (jumlah 1).
Filum
Arthropoda yang ditemukan adalah crustacea
dan insecta. Insekta yang
teridentifikasi sampai famili adalah Chironomidae
berjumlah 53
individu pada sampling pertama dan 8 individu pada sampling kedua. Crustacea
yang ditemukan adalah Palaemonidae hanya
1 individu pada sampling pertama, namun tidak ditemukan saat sampling kedua.
Filum moluska berjumlah 11 individu pada sampling pertama dan 53 individu pada sampling kedua. Moluska yang
teridentifikasi sampai tingkat kelas Gastropoda berjumlah 4 individu pada sampling pertama dan 15 individu pada sampling kedua. Adapun yang
teridentifikasi sampai genus adalah Filopaludina berjumlah 3 individu pada
sampling pertama dan hanya 1 individu pada
sampling kedua. Genus lainnya yang ditemukan adalah Melanoides berjumlah
4 individu pada sampling pertama dan 37 individu pada
sampling kedua.
Stasiun
2 terletak di bagian tengah dari Situ Ecopark. Lokasi tersebut banyak ditumbuhi
Hydrila spp. Berdasarkan grafik pada Gambar 2 dan 3,
menunjukkan bahwa jumlah Makrozoobentos di stasiun 2 pada sampling pertama
berjumlah 10 dan pada sampling kedua berjumlah 28 individu. Komposisi
makrozoobentos yang ditemukan di stasiun 2 antara lain, filum Annelida,
Arthropoda dan Moluska. Filum Annelida yang meliputi anggota kelas Oligochaeta
(3 jenis).
Adapun
filum Arthropoda berjumlah total 17 individu, yang teridentifikasi sampai
tingkat famili adalah Chironomidae hanya 1 individu pada sampling
pertama dan 16 individu pada sampling kedua. Filum moluska yang ditemukan total
9 individu, baik pada sampling pertama maupun sampling kedua. Moluska
yang teridentifikasi sampai tingkat kelas Gastropoda hanya 1 individu pada sampling pertama dan 4 individu pada sampling kedua. Adapun
Moluska yang teridentifikasi sampai tingkat famili adalah Ampullaridae hanya 1 individu di sampling pertama, sampai
tingkat genus adalah Filopaludina, Melanoides, dan Pomacea. Filopaludina terdapat 6 individu pada sampling
pertama dan 3 individu pada sampling kedua. Melanoides yang ditemukan berjumlah 1 individu, baik pada sampling
pertama maupun pada sampling kedua. Pomacea
hanya ditemukan sampling kedua
(jumlah 1 individu).
Stasiun
3 merupakan daerah aliran menuju outlet
Situ Ecopark. Berdasarkan grafik pada Gambar 1 dan 2, jumlah Makrozoobentos di stasiun 3 pada
sampling pertama berjumlah 10 individu dan
pada sampling kedua berjumlah 15 individu.
Komposisi makrozoobentos yang ditemukan antara lain, filum Arthropoda, kelas
Crustacea, dan fium Moluska. Arthropoda yang ditemukan berjumlah 23 individu,
dengan yang teridentifikasi sampai tingkat famili Chironomidae hanya berjumlah 1 individu pada
sampling pertama dan 11 individu pada sampling kedua. Crustacea yang ditemukan
adalah Palaemonidae berjumlah 1 pada
sampling kedua. Filum Moluska berjumlah 2 individu pada sampling kedua namun tidak ditemukan pada sampling pertama.
Moluska yang teridentifikasi sampai tingkat genus adalah Filopaludina berjumlah 1 pada sampling kedua.
Stasiun
4 merupakan daerah outlet Situ
Ecopark yang aliran airnya menuju ke Kali Baru. Berdasarkan data grafik (Gambar
1 dan 2), jumlah bentos di stasiun 4
pada sampling pertama berjumlah 6 individu, pada sampling kedua
berjumlah 4 individu. Dengan komposisi bentos
yang ditemukan antara lain, pada filum Arthropoda berjumlah total 6 individu, yang
teridentifikasi sampai tingkat famili Chironomidae berjumlah 4 individu pada sampling
pertama dan 2 individu pada sampling kedua. Filum Moluska berjumlah 4 individu,
baik pada sampling pertama maupun kedua. Genus yang teridentifikasi pada filum
Moluska adalah Filopaludina berjumlah
2 baik pada sampling pertama maupun kedua.
5.3
Kelimpahan
Makrozoobentos
Berdasarkan
hasil praktek kerja lapangan ini, kelimpahan makrozoobentos di Situ
Ecopark dapat dilihat pada Gambar 4 dan rinciannya pada
Lampiran 2.
Gambar
4. Grafik Kelimpahan Makrozoobentos
Gambar 4
menunjukkan bahwa total kelimpahan makrozoobentos yang ditemukan adalah 6121
individu/m2 di stasiun 1. Pada stasiun 2, total kelimpahan 1638 individu/m2
,pada stasiun 3, total 1078 individu/m2. Pada
stasiun 4 , total kelimpahan 431 individu/m2. Pada
gambar 4 menunjukkan bahwa kelimpahan makrozoobentos tertinggi adalah di
stasiun 1 dan terendah di stasiun 4. Tingginya nilai kelimpahan pada stasiun 1
diduga karena stasiun 1 merupakan inlet
dengan aliran air tanah dengan substrat dasar berupa tanah liat yang memiliki
kandungan bahan organik tertinggi, selain itu terdapat tumbuhan air yang berada
di stasiun 1. Tingginya bahan organik di stasiun 1 merupakan sumber nutrien
bagi biota di sekitar.
Menurut
Nurracmi dan Marwan (2012), bahwa makrozoobentos erat kaitannya dengan ketersediaan
bahan organik yang terkandung dalam
substrat, karena bahan organik merupakan sumber nutrien bagi biota yang
terdapat pada substrat dasar. Total kelimpahan makrozoobentos terendah adalah
431 individu/m2 yang terdapat pada stasiun 4. Pada stasiun 4 hanya
dilakukan 1 kali pengambilan sampel. Lokasi 4 memiliki perairan yang sedikit
lebih keruh sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan lebih
sedikit. Hal ini berpengaruh terhadap keberadaan makrozoobentos yang ada di
sekitarnya. Menurut Effendi (2003), kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan
terganggunya sistem pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat
menghambat penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan.
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
1. Komposisi
Makrozoobentos yang ditemukan pada bulan Juli 2017, terdiri dari 3 filum, yakni
Annelida, Arthropoda dan Moluska. Filum Annelida terdiri dari Oligochaeta,
Naididae, Limnodrilus, dan Amphichaeta. Filum Arthropoda terdiri
dari Chironomidae, Palaemonidae, Palaemonetes.
Filum Moluska terdiri dari Gastropoda, Ampullaridae, Filopaludina, Melanoides,
dan Pomacea.
2. Total kelimpahan
Makrozoobentos yang ditemukan di Situ Ecopark yakni 9.268 individu/ m2.
Kelimpahan makrozoobentos tertinggi yaitu di
stasiun 1 berjumlah 6.121 individu/m2, dan kelimpahan
makrozoobentos terendah yaitu di stasiun 4 berjumlah 431 individu/m2 .
6.2
Saran
Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai makrozoobentos di Situ Ecopark
terkait idenfifikasi pada musim yang berbeda.
DAFTAR
PUSTAKA
Ayu,
Windha Fuji. 2009. Keterkaitan Makrozoobenthos
Dengan Kualitas Air Dan Substrat Di Situ Rawa Besar, Depok (Skripsi).
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor :Bogor
Barnes, R. D. 1994.
Invertebrata Zoology. Academic Press. New York.
Barus,
T. A. 1996. Metodologi Ekologi Untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik.
Program Studi Biologi USU – FMIPA – USU,
Medan . Hal 1,4-6, 8-9
Brehm, J. dan Meijering. 1990. Fliessgewasserkunde. -2. Aufl.
Quelle & Meyer Verlag, Heidelberg. Wiesbaden.
Cummins
K. 1975. Macroinvertebrates. Di dalam : B.A. Whitton, editor. River
Ecology. Merlbourne: Blackwell Scientific Publications. Oxford. Edinburg.
Hlm 170-189.
Cole, G. A. 1983.
Text Book of Limnology Third Edition. Waveland Press Inc.
United States of America.
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Fachrul
MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara
Goldman
CR, Horne AJ. 1984. Limnology. International Student Edition. Auckland:
McGraw-Hill
International Book Company.
Isnaini,
A.2011. Penilaian Kualitas Air dan kajian Potensi Situ Salam Sebagai Wisata Air
di Universitas Indonesia, Tesis. UI.
Izmiarti
dan Dahelmi. 1999. Makroinvertebrata Sungai di Hutan Pendidikan Dan
Penelitian Biologi (HPPB) dan Kolonisasinya Pada Substrat Buatan. Laporan
Penelitian Dosen Muda. Direktorat Pembinaan Penelitian Dan Pengabdian
Pada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departement
Pendidikan dan Kebudayaan.
Jeffries
M, Mills D. 1996. Freshwater Ecology. Principles and applications.
Chichester England: Jhon Wiley and Sons, UK
Junaidi, E. Effendi, P. Joko. 2010. Kelimpahan
Populasi dan Pola Distribusi Remis (Corbicula sp) di Sungai Borang Kabupaten
Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains, 13(3): 50-54.
Kadim,
Miftahul Khair. 2017. Komunitas
Makrozoobentos. Yogyakarta : Zahir Publishing.
Kathman, R.D dan Ralph O. 1998. Guide to the Freshwater Oligochates of North
America. Aquatic Resources Center 6604 Third Street. College Grove ;
Tennesse, USA.
Lalli,
C. M & T. R Parsons . 1993.
Biological Oceanography an Introductio Pergamon Press. New York. Hlm. 163
Lind, O. T. 1979. Hand
Book of Common Method in Limnology. CV. Mosby. St.Louis, Toronto. London
Lubis, S.M. Basyuni, M.
Suryanti, A. 2013. Keanekaragaman dan
Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera
Utara. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara : Medan
Lusianingsih,
N. 2011. Keanekaragaman Makrozoobentos di
Sungai Suin, N. 2002. Metoda Ekologi.
Murtiningtyas,
Eki. 2006. Identifikasi Invertebrata
Makro Sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Ranu Pakis Di Kecamatan Klakah ,
Kabupaten Lumajang. Skripsi : Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan
Pendidikan MIPA . Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Jember
Michael,
P. 1984. Metode Ekologi Untuk
Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium. Penterjemah Koestoer. Y.R Universitas
Indonesia Press. Jakarta. Hlm 168 – 169
Mushthofa,
A. Muskananfola, A.R. Rudiyanti, S. 2014. Analisis
Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan
Sungai Wedung Kabupaten Demak. Diponegoro Journal Of Maquares Volume 3,
Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 81-88. Univesitas Diponegoro : Semarang.
Nugroho,
Nurul. 2002. Analisis Beberapa Aspek
Limnologis Situ Cibuntu, Cibinong, Bogor Jawa Barat. Skripsi. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan : Institut
Pertanian Bogor
Nurrachmi,
I. dan Marwan. 2012. Kandungan Bahan Organik Sedimen dan Kelimpahan
Makrozoobenthos sebagai Indikator Pencemaran Perairan Pantai Tanjung Uban
Kepulauan Riau. LIPI Universitas Riau. Pekanbaru.
Nybakken JW. 1988, 1992.
Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologis. M. Eideman, Koesbiono, dan DG Bengen,
Penerjemah; Jakarta: P.T. Gramedia. Terjemahan dari : Marine Biological : An
Ecological Approach.
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga.
Penerjemah T. Samingan. Jakarta : Gadjah Mada University Press.
Ramli,
D. 1989. Ekologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sastrawijaya, A. T.
2000. Pencemaran Lingkungan. Edisi Kedua. Rineka Cipta. Jakarta.
Setyobudiandi, I.
1997. Makrozoobenthos (Definisi, Pengambilan Contoh dan Penanganannya). Laporan
Penelitian. Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan)
Sinaga, T. 2009.
Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba
Balige Kabupaten Toba Samosir. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Universitas
Sumatera Utara: Medan.
Sinyo, Y. Idris, J.
2013. Studi Kepadatan Dan Keanekaragaman Jenis Organisme Bentos Pada Daerah
Padang Lamun Di Perairan Pantai Kelurahan Kastela Kecamatan Pulau Ternate.
Jurnal Bioedukasi. Vol 2 No (1) ISSN : 2301-4678. Hlm 153 – 162
Sumarwoto, 1980. Ekologi
Perairan. Bandung : Universitas Padjajaran.
Suriawiria,
U. 1996. Air Dalam Kehidupan Dan Lingkungan Yang Sehat . Edisi 1. Alumni,
Bandung. Hal 1 – 6
Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Departemen
Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Syamsurial. 2011. Studi
Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobentos di Hutan Mangrove Kelurahan Coppo
Kabupaten Baru. Skripsi. Program Studi Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanudin. Makassar.
Thorp, J.H dan Covich, A.P. 2009. Ecology and classification of North American
Freswater Invertbrates Second Editon Academic Press. Departement Of Fishery and Wildlife Biology
Colorado State University. Fort Collins. Colorado, USA
Untung,
K., S. Noegrahati, S. D Tanjung, B. V. Romer-Seel, B. Widyantoro, S.S.
Brahmana, S.Sudaryanti, T. Sudibyaningsih dan Y.Trihardiningrum.1996. Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas
Periaran Tawar. Hasil Perumusan Kelompok I
Rapat Kerja Temu Pakar Bioindikator LAKFIP-UGM. Yogyakarta. 1-2 Maret.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah individu Makrozoobentos yang ditemukan di Situ
Ecopark
No
|
Jensi Biota
|
Sampling 1
|
Sampling 2
|
∑
|
|
||||||
St.1
|
St.2
|
St.3
|
St.4
|
St.1
|
St.2
|
St.3
|
St.4
|
%
|
|||
|
Annelida
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Oligochaeta
|
4
|
0
|
0
|
0
|
5
|
3
|
0
|
0
|
12
|
5,58 %
|
2
|
Naididae
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
4
|
1,86 %
|
3
|
Limnodrilus
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0,93 %
|
4
|
Amphichaeta
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0,46 %
|
|
|
19
|
8,83 %
|
||||||||
|
Arthropoda
|
|
|
||||||||
5
|
Chironomidae
|
53
|
1
|
10
|
4
|
8
|
16
|
11
|
2
|
105
|
48.83%
|
6
|
Palaemonidae
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
2
|
0,93 %
|
7
|
Palaemonetes
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0,46 %
|
|
|
108
|
50,23%
|
||||||||
|
Moluska
|
|
|
||||||||
8
|
Gastropoda
|
4
|
1
|
0
|
0
|
15
|
4
|
0
|
0
|
24
|
11,16%
|
9
|
Filopaludina
|
3
|
6
|
0
|
2
|
1
|
3
|
2
|
2
|
19
|
8,83%
|
10
|
Melanoides
|
4
|
1
|
0
|
0
|
37
|
1
|
0
|
0
|
43
|
20 %
|
11
|
Ampullaridae
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0,46 %
|
12
|
Pomacea
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0,46 %
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
88
|
40,94%
|
|
∑
|
75
|
10
|
10
|
6
|
67
|
28
|
15
|
4
|
215
|
|
Lampiran
2. Kelimpahan Makrozoobentos Situ Ecopark
No
|
Biota
|
Sampling 1*
|
Sampling 2*
|
|||||||
St.1 (ind/m2)
|
St. 2 (ind/m2)
|
St.3
(ind/m2)
|
St.4 (ind/m2)
|
St. 1 (ind/m2)
|
St.2 (ind/m2)
|
St. 3 (ind/m2)
|
St. 4 (ind/m2)
|
|||
Annelida
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
1
|
Oligochaeta
|
172
|
0
|
0
|
0
|
216
|
129
|
0
|
0
|
|
2
|
Naididae
|
172
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
Limnodrilus
|
86
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
Amphichaeta
|
0
|
0
|
0
|
0
|
43
|
0
|
0
|
0
|
|
|
||||||||||
Arthropoda
|
||||||||||
5
|
Chironomidae
|
2285
|
43
|
431
|
172
|
345
|
690
|
474
|
86
|
|
6
|
Palaemonidae
|
43
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
43
|
0
|
|
7
|
Palaemonetes
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
43
|
0
|
|
|
||||||||||
Moluska
|
||||||||||
8
|
Gastropoda
|
172
|
43
|
0
|
0
|
647
|
172
|
0
|
0
|
|
9
|
Filopaludina
|
129
|
259
|
0
|
86
|
43
|
129
|
86
|
86
|
|
10
|
Melanoides
|
172
|
43
|
0
|
0
|
1595
|
43
|
0
|
0
|
|
11
|
Ampullaridae
|
0
|
43
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
12
|
Pomacea
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
43
|
0
|
0
|
|
|
∑
|
3233
|
431
|
431
|
259
|
2888
|
1207
|
647
|
172
|
|
|
∑ (Sampling 1 Dan 2)
|
6121
|
1638
|
1078
|
431
|
|
|
|
|
*Ket : Sampling I dilaksanakan tanggal 19/07/2017 dan Sampling II
tanggal 24/07/2017
Lampiran
3. Hasil Identifikasi Makrozoobentos
Pomacea
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Sub kelas : Prosobranchia
Ordo : Mesogastropoda
Superfamili : Cyclophoracea
/ Architaenioglossa
Famili : Ampullaridae
Genus : Pomacea
|
Palaemonetes
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Infra ordo : Caridea
Famili : Palaemonidae
Genus : Palaemonetes
|
Filopaludina
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Superfamili : Viviparoidea
Famili : Viviparidae
Genus : Filopaludina
|
Melanoides
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Superfamili : Cerithioidea
Famili : Thiaridae
Genus : Melanoides
|
Gastropoda
Kingdom :
Animalia
Filum :
Mollusca
Kelas :
Gastropoda
|
Ampullariidae
Kingdom : Animalia
Filum :
Mollusca
Kelas :
Gastropoda
Superfamili :
Ampullarioidea
Famili :
Ampullariidae
|
Naididae
Kingdom :
Animalia
Fillum :
Annelida
Kelas : Clitellata
Subkelas :
Oligochaeta
Ordo :
Haplotaxida
Famili :
Naididae
|
Oligochaeta
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Clitellata
Subkelas : Oligochaeta
|
Chironomidae
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Ordo :
Diptera
Subordo :
Nematocera
Infraordo :
Culicomorpha
Superfamili : Chironomoidea
Famili : Chironomidae
|
Limnodrilus
Kingdom :
Animalia
Filum : Annelida
Kelas :
Oligochaeta
Ordo :
Tubificida
Famili :
Tubificidae
Genus : Limnodrilus
|
Lampiran 4. Dokumentasi
Kegiatan PKL
Penentuan Lokasi Sampling
|
Pengambilan sampel 1
|
Pengambilan Sampel 2
|
Preparasi Makrozoobentos
|
Filtrasi Makrozoobentos
|
Sortir Makrozoobentos
|
Identifikasi Makrozoobentos
|
\
Proses Mounting
|
Pengukuran Kualitas Air
|
Proses Clearing
|
Penerimaan Mahasiswa PKL UNG di Limnologi LIPI
|
|